Wisata Sejarah di Banten Lama

Kota Kuno Banten atau Banten Lama
Sesuai namanya, komplek situs bersejarah ini adalah sisa-sisa peninggalan kejayaan kesultanan Banten pada masa lampau. Banyak wisatawan yang datang kesini untuk melihat-lihat megahnya peninggalan kerajaan Banten. Untuk akses menuju Banten Lama, bisa naik Bus via Jakarta menuju Serang Kisaran harga Rp. 23.000 - Rp. 27.000 berhenti di Terminal dapat ditempuh 2 jam dari Jakarta, lalu naik Ojek atau Angkot Serang bewarna biru. 













1. Museum Situs Kepurbakalaan
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama berdiri di atas tanah seluas 10.000 m2, sedangkan luas bangunannya hanya 778 m2. Museum didirikan pada 1984, dan peresmiannya dilakukan pada 15 Juli 1985 oleh Prof. Dr. Haryati Soebadjio, Dirjen Kebudayaan waktu itu. Selain benda arkeologis, museum ini juga menyimpan mata uang lama, peninggalan etnik, serta keramik. Tempat yang digunakan oleh Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama berupa bangunan segi empat satu lantai dengan halaman sangat luas. Di halaman depan museum, agak ke sebelah kanan, terdapat cungkup kecil yang di dalamnya dipajang koleksi meriam kuno yang dikenal dengan nama Meriam Ki Amuk. Tarif masuk hanya Rp. 1.000 dan buka pada hari Selasa s/d Minggu, jam 09.00 – 16.00.

Dari sekian banyak benda-benda purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi 5 kelompok besar.
-Arkeologika, benda-benda yang digolongkan dalam kategori ini adalah Arca, Gerabah, Atap, Lesung Batu, dll.
-Numismatika, koleksi bendanya berupa Mata Uang, baik Mata Uang lokal maupun Mata Uang asing yang dicetak oleh masyarakat Banten.
-Etnografika, benda-benda koleksinya berupa miniatur Rumah Adat Suku Baduy dan berbagai macam Senjata Tradisional dan juga senjata peninggalan Kolonial seperti Tombak, Keris, Golok, dll.
-Keramologika, yaitu benda-benda koleksi berupa macam-macam Keramik lokal asal Banten yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan Gerabah dan biasanya gerabah ini digunakan sebagai alat-alat rumah tangga.



Inilah meriam tua berukuran sedang yang diberi nama Ki Amuk itu, diletakkan di atas pondasi bertungkat dua yang terbuat dari bata telanjang yang disusun dengan rapi. Cungkup yang melindungi meriam ini dari terik matahari dan hujan terlihat masih agak baru waktu itu, atau mungkin baru saja dicat ulang. Terdapat tulisan berbahasa Arab yang berbunyi “Akibatu’l Khairisalamtu’l Imani”, tahun Jawa Caka 1450, dan lambang matahari di sekeliling moncong meriam. 

Sayangnya, Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini kurang mengunggah. Benda-benda bersejarah tampak berdebu dan terlihat kurang terawat (kotor). Namun dari beberapa alat peraga visual membuat Kerajaan Islam Banten dapat menjelaskan secara jelas dan autenthic pada masa itu.


2. Istana Keraton Surosowan
Sejarah pembangunan keraton ini tidak lepas dari pemberian wilayah yang diserahkan oleh Sunan Gunung Jati kepada anaknya Sultan Maulana Hasanudin. Layaknya keraton di Jawa, Keraton Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya. fungsi lainnya, keraton juga menjadi pusat kerajaan dalam menjalankan pemerintahan Kerjaan Banten. Hal ini terlihat dalam tata pola yang mengikuti kerajaan Islam lainnya di Jawa yang memiliki Alun-Alun di sebelah utara, Masjid Agung di bagian barat dan pasar serta pelabuhan di sisi timur dan utara keraton. Bentuk keraton mengalami perubahan saat pemerintahan di pimpin oleh Sultan Haji pada tahun 1672-1687. Pembangunan ini dilakukan karena keraton mengalami kehancuran yang dilakukan oleh Belanda pada tahun 1680. Dibantu oleh ahli bangunan asal Belanda bernama Hendrik Lucasz, Keraton Surosowan dibangun dengan penambahan dinding di bagian sisinya. Dinding berupa benteng setinggi 2 meter dengan lebar 5 meter ini dibangun untuk meminimalisir serangan Belanda yang pernah menyerang keraton. Atas jasanya, ahli bangunan berkewarganegaraan Belanda yang masuk islam ini diberi gelar oleh Sultan dengan nama Pangeran Wiraguna.

Sisa-sisa inilah yang kini terlihat dalam reruntuhan. Bangunan keraton yang menggunakan bahan bata campuran pasir dan kapur sebagai bahan dasarnya menjadi saksi bagaimana kehebatan Kerajaan Banten pada abad 17. Walaupun hanya berupa reruntuhan, keraton yang disebut juga Benteng Surosowan ini masih memiliki beberapa sisa ruang yang dapat dilihat. Seperti Gerbang di bagian utara, serta kolam dan tempat beristirahat yang bernama Bale Kambang Rara danok. Bentuknya segi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter membuat kolam ini menjadi tempat yang pas untuk beristirahat bagi putri-putri sultan.
Berkas:Keraton Surosowan.jpg

Dulu situs ini hanya tertutup gundukan tanah, hingga kemudian mulai digali dan dipugar kembali pada sekitar tahun 1970-an. Hingga kemudian perlahan-lahan tampak sisa-sisa reruntuhan keraton tersebut. Banyaknya pengunjung yang sering datang hanya untuk melihat dan sedikit membayangkan bagaimana kejayaan Kerajaan Banten lewat reruntuhan Keraton Surosowan. 

3. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati. Pada zaman dahulu, menara masjid agung ini selain digunakan untuk mengumandangkan adzan, digunakan juga untuk menyimpan persenjataan penduduk Banten. Kini, menaranya digunakan juga untuk sekadar menikmati pemandangan di perairan lepas pantai. Sementara Tiyamah sebelum dijadikan museum benda-benda peninggalan kesultanan Banten, dulunya lebih sering digunakan sebagai tempat pertemuan penting untuk membahas kegiatan agama dan sosial.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama. Masjid Agung Banten terbilang istimewa. Karena selain biasa dijadikan sebagai objek wisata religi dengan berziarah ke makam-makam para sultan Banten beserta keluarga yang terdapat di dalamnya, masjid ini juga menyimpan peninggalan bersejarah kerajaan islam Banten sekitar abad ke-16 masehi.
Berulang-kalinya dimintai sumbangan yang tidak resmi dari pemuda-pemudi sekitar, sedikit-sedikit harus bayar. Orang yang bertujuan ingin melakukan perjalanan wisata ziarah menjadi berkurangnya kenyamanan untuk beribadah.
4. Benteng Spellwijk
Dahulunya Benteng Spellwijk digunakan sebagai Menara Pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda dan sekaligus berfungsi sebagai penyimpanan meriam-meriam dan alat pertahanan lainnya. Benteng Speelwijk merupakan salah satu tanda yang tersisa tentang pendudukan tentara kolonial Belanda di Banten, selain bekas Istana Surosowan yang dihancurkan rata dengan tanah oleh tentara-tentara bayaran Daendels. Dibangun oleh Hendrik Lucaszoon Cardeel pada 1684-1685 semasa pemerintahan Sultan Banten Abu Nasr Abdul Qohhar (1672-1684), dan kemudian diperluas pada 1731. Nama Speelwijk digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada Gubernur Jenderal VOC Cornelis Janzoon Speelman. Speelman mulai menjabat pada 25 November 1681 menggantikan Rijkloff van Goens, dan meninggal di Batavia pada 11 Januari 1684.
Tidak sebagaimana reruntuhan Istana Surosowan yang digembok dan harus diantar oleh penjaga, jalan masuk ke Benteng Speelwijk ini terbuka luas bagi para pengunjung yang berkeinginan untuk menjelajahinya. Tak ada penghalang di benteng yang terlihat luas ini. 
Benteng Speelwijk, lamban laun sekarang banyak dipakai anak-anak untuk bermain bola dan tempat kambing cari makan rumput, perlu berhti-hati dijalan. Karena adanya kotoran hewan yang tersebar di rerumputan.

5. Vihara Avalokitesvara
Vihara ini merupakan salah satu Vihara tertua di Indonesia. Sejarah pembangunan vihara yang terletak di Kecamatan Kasemen, wilayah Banten Lama ini berkaitan dengan Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Tokoh penyebar islam di tanah Jawa ini memiliki istri yang masih keturunan kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Melihat banyak pengikut putri yang masih memegang teguh keyakinannya, Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun 1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung Banten. Namun, pada tahun 1774 vihara dipindahkan ke Kawasan Pamarican hingga sekarang.
Keberadaan Vihara ini diyakini merupakan bukti bahwa pada saat itu penganut Agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa Konflik yang berarti. Kondisi di dalam Vihara ini sendiri sejuk karena banyak pepohonan rindang dan terdapat tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat. Selasar koridor Vihara yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lainnya ini terdapat relief cerita hikayat Ular Putih, yang dilukis dengan berwarna-warni sebagai elemen estetis.
Di dalam vihara ini sendiri terasa sejuk karena banyak pepohonan rindang, dan terdapat tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat.


Sejak tahun 1995, Kota Kuno Banten telah diusulkan ke UNESCO untuk dijadikan salah satu Situs Warisan Dunia. Namun sayang banyak bangunannya yang tidak terurus, karena banyaknya Pemukiman dan kadang tempat-tempat tersebut dijadikan tempat berjualan bagi penduduk sekitar, dijadikan lapangan bola, dan sebagainya.Kurangnya kondusif, tempat yang kurang tertata, lahan parkir yang terbatas. Padahal, satu kompleks Banten Lama ini memiliki banyak obyek-obyek wisata di dalamnya. Semoga semakin maju dan ada perbaikan dan ditata lagi agar rapih dan pengunjung yang datang juga merasa terhibur, pedagang-pedagang di tempatkan sesuai lokasinya tersendiri. Tetapi, Kota Kuno Banten banyak menyimpan tentang perkembangan sejarah Kesultanan Islam di Banten, untuk itu setiap tahunnya selalu ada Penziarah maupun Wisatawan datang. 

*Sumber:
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kuno_Banten
2. http://www.thearoengbinangproject.com
3. http://www.indonesiakaya.com
4. http://wisatabanten.com
5. Pengetahuan Pribadi

Comments